Profil Alumni: Dari Kuli Penambang Kapur ke Kandidat Doktor di Korea
Lilik Duwi Wahyudi lahir dari keluarga sederhana dipinggiran Kota Tuban. Lilik dibesarkan dalam kerasnya kehidupan buruh penggarap lahan Perhutani. Orang tuanya hanya mampu menyekolahkan sampai SMP. Untuk melanjutkan SMA Lilik harus mencari biaya sendiri. Keadaan ini tidak menjatuhkan Lilik yang pantang putus asa. Keinginannya untuk merubah nasib sangat kuat. Kemiskinan menjadi motivasi yang besar untuk tidak diwariskan dan kerja keras adalah modal utama untuk menggapai mimpi.
Lilik harus bekerja untuk membantu orang tua. Bukan pekerjaan keren seperti anak-anak kota, tidak ada peluang seperti itu di kota kecil. Yang ada adalah pekerjaan sebagai penambang batu kapur, jadi kuli yang mengandalkan otot dan dijemur terik matahari. Mudah dan ringan diucapkan, bisa pingsang kalau dijalani. Pekerjaan ini sudah dijalani Lilik sejak SMP, Bocah kecil kurus hitam terjemur matahari, tapi berniat besar dan semangat sekuat kawat. Keterbatasan dan keharusan kerja membuat Lilik tidak bisa sekolah di SMA favorit, tapi di SMA kecil yang masih numpang di bangunan SMP swasta.
Lulus SMA, Lilik dihadapkan pada keputusan terbesar dalam hidupnya. Prestasi sekolahnya biasa saja, kondisi keluarga juga mengharapkan dia segera bekerja untuk membantu ekonomi orang tua. Banyak teman sedesa yang sudah menikah, bekerja, punya anak dan “mapan”. Kuliah adalah kemewahan yang mahal dan tak mungkin terbeli. Dia harus mengubur mimpi menjadi sarjana, menjadi peneliti dan ilmuwan. Mimpi sedari kecil yang menguatkannya ketika lelah dengan kerasnya kehidupan penambang kapur. Tapi tanpa kuliah bagaimana dia bisa mengubah kondisi “mapan” dalam kemiskinan. Bagaimana dia bisa memberi sesuatu dan merawat orang tuanya nanti.
Dimana ada kemauan pasti ada Jalan, Doa akan membuka jalan yang sepertinya mustahil sekalipun. Dia terlalu berani atau sekedar bodoh hingga tetap mendaftar ke Perguruan Tinggi. Alhamdulillah dia diterima, tapi Jauh sekali dari Tuban, diujung timur Provinsi jawa Timur. Dia diterima di Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Jember. Ujian dan kesulitan harus dijalani dengan Keyakinan akan Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Entah hikmah apa yang terkandung dalam pemberian yang tidak mudah ini.
Berbekal tabungan hasil menambang batu kapur yang tidak seberapa, tanpa jaminan ada kiriman bulanan, tanpa kepastian bagaimana makan bulan depan, Lilik berangkat kuliah ke Jember. Semangat, tekad dan do’a mengantarkan Lilik memulai perjalanan baru di kota yang jauh. Lilik bekerja menjadi tentor siswa SMA untuk membiayai kuliah dan hidupnya di Kota Jember. Hidup bukan drama sedih menye-menye, setiap tarikan nafas dapat dinikmati dengan canda bersama teman-teman. Di Jurusan Kimia UNEJ dia menemukan teman-teman yang sangat baik, kompak, lucu dan jahil.
Selama kuliah, Lilik aktif dalam banyak kegiatan kemahasiswaan dan lomba-lomba termasuk PKM. Setiap tahun dia mendapat pendanaan PKM-P dari BELMAWA-DIKTI. Penelitian skripsi dilakukan di CDAST dengan bimbingan Bu Ika dan Prof. Tri Agus dan dapat diselesaikan dengan cepat sehingga lulus cum-laude. Lilik adalah satu-satunya lulusan cum-laude Jurusan kimia di angkatannya. Kalau ditanya bagaimana dia sangat cepat mengerjakan risetnya, lembur-lembur sampai malam, dijawab bahwa dibanding jadi kuli penambang kapur, kerja di Lab adalah kemewahan tiada tara. Kita tidak akan mengeluh ketika pernah ada dalam keadaan yang jauh lebih buruk, kesulitan membuat kita kuat dan bersyukur pada kondisi yang dimiliki saat ini.
Perjalanan nasib masih menantang Lilik setinggi apa mimpinya. Kemampuan dan kerja kerasnya memikat hati pembimbingnya dan mengupayakan dia mendapatkan beasiswa S2. Episode perjuangan berlanjut dengan tawaran beasiswa S2 di Department of convergence Medical Science, Gyeongsang National University, Korea Selatan. Menjalani tidak semudah menceritakan, di Korea biarpun Master program berbahasa Inggris, tapi kemampuan Bahasa Korea adalah keharusan. Budaya kerja yang sangat berbeda seperti juga musim dan hidup keseharian adalah tantangan yang tidak cukup dilawan dengan kekuatan otot, tapi juga mental, pikiran dan kesabaran. Sekali lagi hasil tidak pernah mengkhianati usaha, Lilik mampu menyelesaikan studi S2 selama 2 tahun dan mendapatkan penghargaan sebagai Best Presenter at Young Investigator Award oleh Korean Society of cancer Prevention tahun 2017. Lilik juga memiliki 5 publikasi internasional di Jurnal Bereputasi. Prestasi dan kinerja Lilik selama S2 membuat dia sekarang mendapat tawaran melanjutkan S3 di Department of Oriental Medicine, Dongguk University, Korea Selatan.
Perjalanan hidup eksponensial Lilik menarik untuk diceritakan dan dijadikan bahan pelajaran. Keyakinan akan Allah yang Rahman dan Rahim membuatnya berani menjalani tantangan yang seperti tidak mungkin. Kuliah di Jember mempertemukan Lilik dengan orang-orang yang membuka jalannya study ke Korea, walau pada awal sempat terasa berat karena jauh dari rumahnya di Tuban. Kerja keras, ketekunan dan kesabaran adalah modal mencapai keberhasilan. Kesulitan dan tekanan yang berat membuat semakin kuat dan menumbuhkan syukur pada kondisi lebih baik walaupun masalah tidak akan pernah habis. Keluarga, sahabat, guru dan semua orang sangat penting dan membawa kebaikan sehingga harus juga selalu menanam kebaikan.
Bagaimana kelanjutan cerita Lilik dengan study S3 nya, kita sumbang doa dan semangat, kita tunggu lanjutan cerita ini 3 tahun lagi. Semoga berhasil…… Aaminn.